TIMES BULUNGAN, MALANG – style="text-align:justify">Lembaga Pers Mahasiswa atau LPM Kavling 10 UB (Universitas Brawijaya) Malang menggelar bazar buku dalam ranga memperingati Dies Natalies ke-42. Pasar buku yang terbuka untuk umum ini berlangsung selama empat hari yakni 15-18 April 2025 di Selasar Perpustakaan UB.
Dito Priambodo selaku koordinator acara menjelaskan bahwa bazar buku kali ini merupakan yang pertama diadakan LPM Kavling 10.
Beberapa pengunjung datang, melihat, dan memperhatikan buku-buku yang terdapat di pameran dan bazar LPM Kavling 10 (FOTO: M. Arif Rahman Hakim/TIMES Indonesia)
Acara ini juga dipicu oleh keresahan teman-teman LPM Kavling 10 yang merasa kultur literasi di UB, khususnya di kalangan mahasiswa, tidak begitu tampak di permukaan atau bisa dibilang kurang terawat baik.
Keresahan yang muncul dari kenyataan minimnya iklim literasi tersebut, bisa dinilai dari salah satu program kerja rutin Kavling 10 yakni membuka lapakan baca dalam beberapa kali agenda. Namun kegiatan tersebut dinilai sepi pengunjung.
Akhirnya gagasan baru untuk menumbuhkan iklim literasi yang lebih bai di area kampus pun dihadirkan berupa bazar buku. “Dari sini kemudian, kita bisa melihat sejauh mana minat baca mahasiswa Brawijaya itu,” jelas Dito Priambodo.
Beberapa pengunjung datang, melihat, dan memperhatikan buku-buku yang terdapat di pameran dan bazar LPM Kavling 10 (FOTO: M. Arif Rahman Hakim/TIMES Indonesia)
Tak berhenti sampai di fase gagasan, mahasiswa-mahasiswa LPM Kavling 10 mulai mengeksplorasi ide. Mereka melakukan riset kecil, yang memperhatikan kembali, kira-kira dari beberapa bazar buku yang sudah lebih dahulu pernah terselenggara di UB, apa poin unik yang belum disuguhkan.
Pada akhirnya mereka pun menemukan satu hal pada banyak bazar buku yang telah lebih dulu terselenggara - umumnya bazar-bazar tersebut menyajikan buku-buku mainstream, populer - mudah ditemui di banyak tempat.
Dari sini, kemudian, mahasiswa-mahasiswa LPM Kavling 10 memutuskan untuk menempatkan buku-buku yang tidak banyak ditemui di banyak tempat atau kurang populer, tanpa mengurangi proses kurasi untuk tetap mendapatkan literatur berkualitas baik.
“Bazar buku nggak harus diisi dengan buku-buku yang dikenal banyak orang,” ujar Dito.
Baginya, buku-buku yang kurang dikenal pun sangat layak mendapatkan tempat.
Selain itu pun bukan berarti, buku yang tidak populer tidak memiliki kualitas yang baik. Ini stigma yang keliru. Justru banyak buku-buku berbobot merupakan buku-buku yang tidak populer.
"Dan bisa saja, ada banyak orang di luar sana yang menginginkan buku-buku yang sedikit ditemui di banyak tempat ini, tetapi mereka terhalang keterbatasan akses mendapatkannya." imbuh Dito.
Beberapa penerbit dan toko buku kemudian dihubungi sebagai pihak kontributor bazar, lalu terkumpul beberapa pihak kontributor. Dari Malang dan luar Malang.
Beberapa penerbit dan toko buku tersebut di antaranya adalah: Marjin Kiri, Gang Kabel, Pelangi Sastra Malang, Griyabuku Pelangi, Discourse, Perpustakaan Jalanan, Pena Hitam Zine Klub, Edisimori, Sabtu Membaca dan Bintang Kecil.
Dari beberapa kontributor yang diundang , terkumpul lebih dari 1100 eksemplar buku dan literatur zine. Harga yang disajikan pun bervariasi, mulai lima ribu rupiah hingga 1,5 juta rupiah.
Sedangkan pemilihan lokasi bazar bertempat di selasar Perpustakaan UB, tak lain karena kawasan tersebut merupakan lokasi yang strategis. Terletak sentral, tepat berdekatan dengan Gedung Rektorat UB yang berada di tengah kampus.
Selama bazar berlangsung, sejak hari pertama, tampak banyak mahasiswa atau khalayak umum yang menyempatkan singgah: melihat-lihat dan membeli buku-buku yang ada.
“Semakin banyak yang datang dan buku yang terjual, semakin menandakan masih banyaknya pembaca dan penyuka buku di sini,” ucap Iqbal Rabbani, salah satu mahasiswa anggota LPM Kavling 10 UB. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bazar Buku LPM Kavling 10 UB, Upaya Mengangkat Buku yang Terpinggirkan
Pewarta | : M. Arif Rahman Hakim (Magang MBKM) |
Editor | : Ronny Wicaksono |